Motivasi dari Pelaut



“Tidak ada pelaut ulung yang dilahirkan dari samudera yang tenang. Tapi ia dilahirkan dari samudera yang penuh terpaan badai, gelombang dan topan“


Catatan ini terinspirasi setelah membaca tulisan John Dyson di Readers Digest Juni 2009 dalam artikel yang menceritakan dua pelaut (Libi Belozersky, 27 thn dan Pierpaolo Mori, 34 thn) yang terombang-ambing ombak di samudera Hindia. Bacaan yang membuat saya larut didalamnya, merasakan terombang-ambing gelombang dan juga tentang kekuatan mental keduanya. Catatan ini juga terinspirasi oleh tulisan Galih Donikara dalam Bulletin Wanadri tentang dilaut kita jaya.

Indonesia adalah negara kepulauan, negara bahari yang terbentang luas dari sabang sampai merauke. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekayaan laut Indonesia berlimpah ruah, baik yang sudah dieksplorasi maupun yang masih tertanam jauh didasar lautan.

Sebagai negara kelautan, sudah sewajarnya kita memperhatikan potensi laut ini. Baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Kedua aspek ini bisa saling melengkapi jika diatur dengan baik, dimenej dengan pengelolaan yang rapi dan berkelanjutan.

Bangsa pelaut memang bukan hanya manifesto nenek moyang Indonesia, sejarah mencatat bahwa bangsa Viking dari Norwegia adalah pelaut ulung yang ditakuti pada zamannya. Bangsa Eropa secara keseluruhan dalam ekspansi wilayah juga bermula dari laut. Mereka (para pelaut) datang ke tempat baru untuk tujuan dagang ataupun ekspansi langsung ke wilayah yang dituju. Kedatangan mereka melalui jalur laut tentu bukan pekerjaan mudah, karena untuk mengarungi samudera dibutuhkan jiwa-jiwa kuat yang berani menempuh resiko. Jiwa kuat tersebut didukung dengan perencanaan yang matang, logistik yang cukup, peralatan yang mendukung dan tentu saja seorang pemimpin yang mampu mengarahkan anak buah kapal.

Saya melihat dan belajar ini dari buku, dari film dan dari cerita tentang ekspedisi laut. lihat saja film ‘The Bounche‘ lalu ‘Pirates of The Carribean‘ yang menceritakan pengalaman mengarungi samudera luas.

Bagi mereka yang ada di barat (Eropa) memiliki yacth untuk berlayar adalah impian, mereka ingin berlayar kemanapun mereka mau tentunya dengan perencanaan yang matang. Mereka memiliki semangat kembali ke laut untuk berpetualang di atas lautan. Semangat yang rasanya hanya sedikit dimiliki oleh anak muda Indonesia. Bagi mereka berada di atas air laut dan gelombang adalah keindahan tersendiri, masalah resiko kesampingkan. Dalam benak mereka selama kita bisa mengendalikan kapal, maka resiko celaka karena gelombang bisa dilewati.

Nenek moyang kita pelaut tetapi kita melupakan laut dan semakin menjauh, banyak kebijakan darat yang mengalahkan laut. Jembatan salahsatunya, jembatan adalah refresentasi dari darat untuk menghubungkan sesama daratan. Semakin tersambung, maka semakin mudah kita menggapai daratan yang lain. Tetapi coba perhatikan pula, potensi laut yang akan lenyap. Kapal peri yang perlahan akan musnah, atau orang semakin lupa dengan laut itu sendiri.

Sebagai anak bangsa, saya masih ingat laut, setidaknya dalam satu tahun sekali saya melihat laut walaupun sekedar melihat, merasakan dari dekat tetapi saya bersyukur sebagai anak keturunan bangsa pelaut.

“Tidak ada pelaut ulung yang dilahirkan dari samudera yang tenang. Tapi ia dilahirkan dari samudera yang penuh terpaan badai, gelombang dan topan“

Penulis :
Iden Wildensyah

Popular Posts