Keadilan Itu Memang Benar Adanya : Sebuah Kisah Ali bin Abi Thalib
Ini adalah tentang seorang hakim dalam sejarah islam. Syuraih bin Al-Harits namanya. Anda mungkin lebih mengenalnya dengan Syuraih Al-qadhi.
Hari itu sang khalifah Ali bin Abi Thalib kehilangan baju perang yang paling ia sayangi. Baju perang itu bagi beliau begitu berharga dan menyimpan banyak kenangan. ia sudah mencarinya kemana saja yang ia anggap mungkin baju itu berada disana. Namun usaha sang khalifah tidak kunjung menuai hasil.
Hingga akhirnya ia menemukan baju perang itu di tangan seorang dzimmi (orang kafir yang hidup dalam naungan pemerintahan islam). Entah bagaimana caranya baju perang itu ada pada orang dzimmi itu. Sang Khalifah melihat si dzimmi itu menjual barang kesayangan beliau itu disalah satu pasar di kota Kuffah.
Ketika khalifah melihatnya beliau segera saja mengenalinya. “hmm, bukankah itu baju perang kepunyaanku...”, guman sang khalifah dalam hati. Maka beliau pun mendatangi si dzimmi itu dan mengatakan :
“Maaf, bukankah baju perang ini adalah milikku. Ia jatuh dari unta yang kutunggangi pada malam ini ditempat ini – beliaumenyebutkan waktu dan tempat baju perang itu jatuh-...”
“Tapi sekarang ini telah menjadi milikku, sebab ia berada ditangan ku, wahai Amirul Mukminin!” kata sang dzimmi itu tak mau kalah.
“Tidak ! ini adalah baju perangku dan aku tidak pernah menjualnya kepada siapapun aku juga tidak pernah menghadiahkannya kepada siapa pun!” bantah Amirul Mukminin.
Karena perselisihan itu semakin lama semakin sengit, maka sang dzimmi itu berkata “Kalau begitu kita harus mendatangi sang qadhi. Dialah yang memutuskan siapa sesungguhnya yang berhak atas baju perang ini!”
“Baiklah , ini ide yang tepat. Marilah kita segera menemuinya!” jawab sang Khalifah.
Keduanya pun mendatangi rumah sang qadhi Syuraih Al-qadhi. Tidak lama kemudian keduanya pun telah berada dalam majelis peradilan. Keduanya duduk sama rendah menghadap Syuraih, sang qadhi.
“Apa yang anda ingin katakan , wahai Amirul Mukminin?” tanya sang qadhi.
“Aku menemukan baju perangku berada bersama pria ini. Padahal baju perang itu jatuh dari unta yang kukendarai beberapa malam yang lalu. Bagaimana mungkin baju ini menjadi miliknya, padahal aku tidak pernah menjual atau meghadiahkannya kepada siapapun.” Jelas Amirul Mukminin
“Lalu bagaimana dengan anda , wahai tuan?”Tanya sang qadhi kepada sang dzimmi.
“Saya tidak ingin menuduh Amirul Mukminin berdusta , tapi benda ini sekarang berada ditanganku tentulah aku yang berhak memilikinya.” Jawab sang dzimmi.
Syuraih, sang qadhi itu pun terdiam sebentar. Ia seperti berpikir , lalu ia berkata kepada sang Khalifah : “aku tidak ragu sedikitpun akan kejujuran dan kebenaran apa yang engkau katakan wahai Amirul Mukminin”. Baju perang itu memang milikmu namun seperti yang engkau tau engkau harus memiliki dua orang saksi yang dapat membuktikan keabsahan pengakuanmu itu..”
“Oh tentu sja aku mempunyai saksi. Budakku Qanbar dan putra ku Al-Hasan akan memberikan kesaksian akan hal ini ,” ujar khalifah.
“Tapi persaksian seorang anak yang mendukung ayahnya tidak dibenarkan , wahai Amirul Mukminin!” kata qadhi itu.
“Subhanallah, bagaimana mungkin engkau akan menolak kesaksian seorang pemuda yang termasuk penduduk surga? Apa kau tidak pernah mendengar Rasulullah mengatakan bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda ahli surga?” sergah Amirul Mukminin.
“Maaf , Amirul Mukminin.Aku sama sekali tidak menyangsikan itu semua . tapi sekali lagi kutegaskan saya tidak membenarkan persaksian seorang anak yang mendukung ayahnya “ tegas sang Syuraih.
Mendengarkan perkataan sang qadhi ali bin abi thalib tidak melanjutkan perkara itu. Ia kemudian berpaling kepada sang dzimmi, dan mengatakan :
Kalau begitu, ambillah baju perang itu. Ia adalah milikmu. Aku tidak punya saksi selain mereka berdua, Putra ku Al-Hasan dan budakku Qanbar...”
Demikianlah lalu sang khalifah pun berdiri untuk meniggalkan majelis itu.Hingga tiba-tiba sang dzimmi berkata dengar suara agak tinggi,
“tapi aku bersaksi bahwa baju perang ini adalah kepunyaan anda , wahai Amirul Mukminin!“
Semua yang hadir terkejut. Tapi keterkejutan itu tidak berlangsung lama. Sangdzimi itu kemudian angkat bicara lagi. “ ini sungguh sesuatu yang mengagumkan . Amirul Mukminin membawaku meghadap qadhinya sendiri, tapi sang qadhi itu ternyata memenangkan aku dan menghalalahkan Amirul mukminin . sungguh aku tidak ragu lagi, ini pasti agama yang menegakkan kebenaran dan keadilan. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar-rasulullah.”
Luar biasa. Dan tidak diduga sma sekali sang dzimmy itu kini menjadi seseorang muslim”ketahuilah , wahai tuan qadhi ! baju perang ini memang kepunyaan Amirul Mukminin . ketika itu beliau bersama pasukannya berangkat menuju Shiffin. Aku mengikuti perjalanan pasukkan itu. Hingga di suatu tempat , baju perang ini jatuh dari unta beliau dan aku pun mengambilnya.” Tuturnya kemudian.
Sang Amirul mukminin menarik nafas lega sembari tersenyum. “Engkau kini telah menjadi seorang muslim maka ku hadiahkan baju perang yang kusayangi ini untukmu.Tidak hanya itu , bersama baju perang ini kusertakan pula kuda ini sebagi hadiah untukmu wahai saudaraku” kata Ali bin Abi Thalib terhadap ‘saudara’ barunya itu.
Dan waktu tidak perlu menunggu waktu begitu lama . menurut ulama sejarah pria itu kemudian bergabung bersama pasukan Ali Bin Abi Thalib memerangi kaum Khawarij di Nahrawan. Ia sungguh – sungguh berperang. Hingga Allah mengaruniakannya syahadah (mati syahid)
Untuk peristiwa itu. Semoga Allah SWT menganugrahkan padanya rahmat seluas-luasnya.
Ternyata keadilan itu memang ada.
Penulis : Muhammad Ihsan Zainuddin
www.abulmiqdad.com
abulmiqdad@gmail.com